SUDAH satu dekade Microsoft
tidak menemukan lawan
setimpal di ranah bisnis internet
dan komputer. Tak terlintas
dalam pikiran Bill Gates bahwa
lawan setimpal itu akhirnya
muncul dari dua sosok anak
muda, Larry Page dan Sergey
Brin. Dua anak muda yang suka
pesta dan makan enak itu, kini
membetot seluruh sumber daya
Microsoft.
Page dan Brin adalah dua
pendiri mesin pencari Google.
Dari sebuah
proyek penelitian tingkat
doktoral di Universitas Stanford,
pertengahan
90-an, kini mesin pencari Google
menjelma menjadi megaproyek.
Tahun 1998, Page dan Brin
berhasil meyakinkan seorang
investor yang
bersedia menanamkan modal US
$100 untuk pengembangan
mesin pencari yang
belum punya nama. Semua itu
diperoleh setelah Page dan Brin
dicibir
beberapa investor dan pemilik
perusahaan modal ventura di
wilayah
Silicon Valley. Para investor
sudah tak yakin lagi bahwa
booming di dunia internet akan
berulang.
Dengan modal US$100 ribu,
Page dan Brin berhasil
meyakinkan
kawan-kawan dan familinya
untuk menanam modal hingga
modalnya genap
US$1 juta. Dengan tekad,
keduanya cuti sebagai mahasiswa
doktoral di
Universitas Stanford dan total
mengembangkan Google –sebuah
nama yang
lahir karena salah ketik.
Ketika karyawan Google
mencapai belasan orang, Brin
meminta seorang
koki berpengalaman untuk
bekerja melayani selera
karyawan yang
‘dijajah’ oleh McDonald. Brin
dengan optimistis mengatakan,
Google akan
berkembang pesat dan menjadi
tempat bekerja bagi ribuan
orang tecerdas
di muka bumi. Sang koki sangat
bersemangat hingga akhirnya
tahu bahwa
kantor di Google tidak ada
dapur. Ia akhirnya mundur
teratur dan
menganggap Brin hanya
membual (hlm 220).
Ternyata Brin tidak membual. Ia
hanya memamerkan sikap
optimistis
kepada orang yang salah.
Perkembangan Google semakin
menjadi-jadi,
melebihi fantasi dan imajinasi
paling liar yang dimiliki Page dan
Brin.
Padahal pada 1998, untuk
menentukan siapa CEO dan
Chairman Google saja,
Brin dan Page memasrahkan
pada hasil lemparan koin (hlm
240).
Semangat main-main, iseng, dan
sekaligus serius terus mewarnai
kehidupan di kantor Google
yang diberi nama Googleplex.
Ruangan
Googleplex didesain meriah,
dengan menempatkan camilan
makanan di
tempat strategis. Beberapa
karyawan bahkan hilir-mudik
dengan skateboard.
Yang lainnya asyik main biliar
atau berenang. Sebagian lagi
bekerja
dengan ditemani anjing
kesayangan mereka. Dan yang
terpenting, setiap
makan siang mereka selalu
mendapat menu yang sehat dan
spektakuler.
Tujuan Page dan Brin jelas.
Karyawan harus ceria dan
bahagia.
Ketidaklaziman di Googleplex ini
menjadi buah bibir kalangan
pekerja
di Silicon Valley. Dikombinasikan
dengan sikap royal Page dan
Brin
dalam membagi opsi saham.
Secara teratur, insinyur-insinyur
terbaik
yang dimiliki Microsoft hengkang
ke Google. Secara berseloroh
penulis
buku Kisah Sukses Google
mengatakan bahwa Bill Gates
seolah-olah memimpin sebuah
biro tenaga kerja yang
pekerjanya disalurkan ke Google.
Inilah yang membuat Bill Gates
geram dan bertekad mencari
cara
melumpuhkan Google. Apalagi
ternyata Google mulai main api
dengan
membajak karyawan Microsoft
dan mulai meluncurkan lini
produk yang
selama ini dikangkangi Microsoft.
Yang paling mutakhir, Google
meluncurkan browser Firefox
menantang kemapanan Explorer.
Tapi segala cara yang ditempuh
Microsoft tidak mempan
menahan laju
Google. Karyawan-karyawan
Microsoft tetap berduyun-duyun
pindah ke
Google. Lulusan-lulusan terbaik
universitas mapan di AS juga
mematok
Google di daftar teratas untuk
tempat meniti karier. Berkat
produk-produk barunya,
semakin banyak pengguna
internet yang tergantung
pada Google.
Semuanya membuat prestasi
Google semakin tak terkejar oleh
para
pesaingnya. Bahkan belum
genap setahun mencatatkan diri
di bursa saham
Nasdaq, kapitalisasi pasar Google
sudah melampaui e-Bay,
Amazon, dan
Yahoo! Bahkan perusahaan
berusia puluhan tahun seperti
McDonald, Ford,
dan Disney juga sudah dilewati
Google.
No comments:
Post a Comment